Rindu "PAHALA" Setelah Tiada
Ditulis oleh: Zainul Abidin
MAYORITAS mengatakan bahwa hidup ini sebenarnya untuk berlomba-lomba mencari pahala yang besar bahkan nilainya kalau bisa ribuan kali lipat. Begitu pun yang MINORITAS sama keinginan nya tak jauh berbeda.
Pahala itu dijadikan ganjaran untuk bekal setelah dirinya meninggal dunia. Janji manis yang menggairahkan membuat pikiran dan niat itu mendahulukan pahala ketimbang yang lain. Yang lain maksudnya dengan tanda kutip adalah 'IMAN',
Mereka beranggapan ketergantungan kepada tokoh agama yang dianggap memiliki ribuan bahkan jutaan pengikut merasa yakin melalui dirinya ada jaminan bakal dapat ganjaran oleh Allah SWT.
Boleh-boleh saja memiliki pemikiran dan sikap seperti itu.
Sederhananya seperti ini, setiap orang akan bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan dan ditanggung oleh dirinya sendiri. Baik itu berupa dosa maupun pahala.
Dalam ajaran Islam, seorang muslim sebagai hamba Allah Swt bertanggungjawab sepenuhnya atas tindakannya sendiri, bukan orang lain.
Jika ia melakukan kebaikan dan amal saleh, maka ia akan mendapatkan ganjaran pahala. Sebaliknya, jika ia melakukan maksiat, maka ia akan memikul beban dosa. Artinya, seseorang tidak akan memikul dosa orang lain, melainkan dosanya sendiri.
Tapi harus di ingat juga perintah Alquran tidak demikian.
Surat Fatir ayat 18, Surat An-Najm ayat 38, dan Al-An'am ayat 164 yang menjelaskan bahwa setiap individu akan bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri dan tidak dapat membebani orang lain dengan dosanya.
Prinsip dasar yang terkandung dalam ayat-ayat ini adalah keadilan dan pertanggung jawaban individu. Setiap manusia akan dibalas sesuai dengan perbuatannya sendiri, baik amal baik maupun amal buruk.
Identical synonym atau dalam bahasa Arab disebut maradif(un) mutatabiq(un) مرادف متطابق sedangkan dalam bahasa indonesia dikenal dengan sinonim identik dari pahala itu adalah: hadiah, bonus, ganjaran, imbalan, balasan dan upah.
Begitu juga dalam bahasa Alquran dinamai dengan Arjun, Tsawab dan Jaza'.
Arjun:
Secara etimologi lafaz ajr berasal dari akar kata Ajjara – Yu’ajjiru – Ajrun – wa Ujrotun. yang berarti memberi hadiah atau upah.
Kata ajr dalam kitab Tafsir Al-Maraghi yaitu lafaz al-ujur kata jamak dari ajrun. Yang makna asalnya adalah balasan yang diberikan sebagai imbalan dari suatu pekerjaan atau manfaat.
Pendapat lain menyebutkan bahwa Ulama Ibnu ‘Asyur: ajr adalah imbalan bagi satu pekerjaan walau dalam bentuk pekerjaan yang lain.
Tsawab:
Frasa lain yang memiliki makna serupa dengan kata ajr ialah kata tsawab. Kata tsawab dalam kamus ma’any, ثَوَاب memiliki arti penghargaan, balas jasa, imbalan, dan pahala.
Secara terminologi juga diungkapkan oleh beberapa ulama, salah satunya al-Raghib al Asfahani, pengertian lafaz tsawab adalah:
Sesuatu yang kembali kepada manusia dari balasan pekerjaannya, maka dinamakan dengan balasan pahala, dan tsawab digunakan untuk balasan baik dan buruk namun balasan yang digunakan lebih kepada sesuatu yang bersifat baik.
Maka penamaan balasan dengan kata thawab, dikarenakan untuk menggambarkan bahwa balasan adalah perbuatan itu sendiri (keduanya sama).
Maka penamaan balasan dengan kata thawab, dikarenakan untuk menggambarkan bahwa balasan adalah perbuatan itu sendiri (keduanya sama).
Jaza',:
Kata Jaza' (جَزَاءً) dari bahasa Arab berarti balasan, imbalan, atau pahala yang setimpal dengan amal perbuatan, baik kebaikan maupun keburukan.
Secara umum, Jaza' menunjukkan makna balasan yang sesuai dengan perbuatan, di mana kebaikan dibalas kebaikan dan keburukan dibalas keburukan.
Dalam bahasa Arab tulisan Arjun menjadi arjuhum, ajruhuu, ujuurohum, ajrol, arjun, ajron, ajrung,
0 komentar